Senin, 26 Desember 2011

Kado yang Tertunda


Hari ini, hari Jumat. Dua hari lagi adalah hari Minggu. Hari Minggu adalah hari ulang tahun temanku, Tika. Rencananya aku, Ira, Lyza, Wiwi, dan teman-temanku yang lain akan memberikan kado untuknya.
“Ken, jadi gak beli kado buat Tika?” tanya Ira padaku.
“Jadi tapi kapan? Hari ini aku gak bisa. Besok dan Minggu juga gak bisa. Senin aja yuk?! Tadi aku udah bilang ke Tika kalau kadonya bakalan telat.” jawabku panjang lebar.
“Oh ya udah. Pulang sekolah langsung ya!”

*     *     *
            Hari Senin, aku, Ira, Lyza, Indah, Rani, dan Dini akan membeli kado sepulang sekolah. Saat pulang sekolah, tiba-tiba saja Indah, Rani, dan Dini mengatakan bahwa mereka tidak jadi ikut karena ada urusan masing-masing.
Akhirnya, tinggal tersisa aku, Ira dan Lyza. Karena tinggal sedikit, kami pun jadi semakin bermalas-malasan.
            “Jadi gak nih?” tanya Ira padaku dan Lyza.
            “Ya jadi. Tapi mau kemana? Coba cari ke Idolmart aja yuk?!” jawab Lyza.
            “Hmm... ke Cindy aja deh! Kemaren aku udah ke Idolmart, tapi gak ada yang bagus.” jawabku sambil mengelap keringat yang membasahi mukaku. Ku akui, udara sangat panas sekali. Ditambah lagi dengan matahari yang langsung menyengat ke arah lapangan sekolah, tempat kami berada.”Tapi kita ke rumahku dulu. Kan Cindy gak jauh dari rumahku.”
            “Jalan kaki?” tanya Lyza.
            “Ya iyalah. Dari sini naik angkot, terus turun di gang rumahku. Habis itu jalan sampe rumahku, mampir sebentar, jalan lagi sampe Cindy. Gak jauh kok!” ujarku.
            “Nggak capek?” tanya Lyza, sedikit ketus.
            “Makanya, ke rumahku dulu sebentar sekalian istirahat.”
            “Nggak ah. Mendingan aku sendirian naik angkot.”
            “Ya udah, terserah! Kamu maunya gimana Ir?”
            “Aku sih terserah aja. Tapi aku males. Panas banget.” jawab Ira.
            “Sama.” ujar Lyza yang menyatakan bahwa dia juga malas.
            “Jadi nggak nih?” tanyaku dengan nada sedikit kesal. Mereka pun mengangkat bahu seolah mengatakan tidak tahu. “Kalau gitu, besok aja sekalian ajak Wiwi.”
            Kami pun pulang ke rumah masing-masing.

*     *     *
            Aku berharap kami jadi membelikan kado untuk Tika. Ia sudah terlalu baik padaku dan teman-teman yang lain. Aku tidak ingin menunda lagi kado tersebut lebih lama lagi. Namun, harapanku tidak terwujud. Entah karena perbuatanku atau perbuatan teman-temanku.
            “Ken, sorry ya, aku nggak jadi ikut. Aku titip uang aja ya!” ujar Wiwi dengan tiba-tiba saat pulang sekolah.
            Perasaanku mulai nggak enak, ditambah lagi dengan melihat wajah Ira dan Lyza yang tidak mengenakkan. Di saat Wiwi sudah pergi, dengan ketus aku berkata, “Terus, nggak jadi?”
            Ira dan Lyza diam tanpa ada jawaban ataupun isyarat melalui lisan dan bahasa tubuh. Karena kesal, aku pun sedikit membentak mereka, “Ya udah deh kalo males-malesan kayak gini, mendingan gak jadi! Beli sendiri-sendiri aja.”
            “Hmm... beneran nggak jadi nih?” tanya Lyza tanpa ada rasa bersalah ataupun menyesal.
Aku tidak menjawab pertanyaan Lyza. Kami pun bubar. Aku pergi lebih dahulu tanpa memperdulikan apa yang mereka lakukan dan mereka pikirkan.
Aku berjalan sendirian menuju ke rumah. Di sepanjang jalan, aku hanya bergumam dalam hati, “Kalau tau begini, dari tadi aku pulang aja sama Tika. ARGH!! Hari ini menyebalkan.”
Setiap hari, aku selalu pulang bersama Tika. Rumah kami memang berdekatan. Aku juga sering bermain ke rumahnya. Sekarang aku hanya tinggal berpikir apa yang akan aku berikan pada Tika sebagai kadonya.

*     *     *
            Di sekolah, semua berjalan seperti biasa tanpa ada yang menarik. Tiba-tiba, Ira menghampiriku.
            “Niken, kamu jadi beli kadonya sendiri?” tanya Ira.
            “Jadi.” jawabku singkat.
            “Hmm... mau beli bareng aku gak? Kita patungan berdua aja.”
            “Oh, ya udah.” jawabku tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Aku tidak tahu apakah yang aku lakukan ini salah atau benar. Tapi yang jelas, aku harus segera memberikan kado untuk Tika.
            Saat pulang sekolah, tiba-tiba saja Lyza meminta berpatungan membeli kado denganku dan Ira.
            “Aku boleh patungan bareng kalian?” ujar Lyza dengan wajah penuh harapan. “Kalau nggak juga nggak apa-apa?”
            Aku dan Ira hanya terdiam. Sebenarnya kami ingin menjawab tidak. Mengingat kejadian yang lalu sebelum masalah tentang kado untuk Tika. Ketika Lyza berulang tahun, aku, Ira, Tika, dan teman-teman yang lain memberikan kado untuknya. Namun, Sampai sekarang barang-barang tersebut belum pernah ia pakai. Tapi, karena takut menyinggung perasaannya, aku pun menjawab, “ Ya udah. Ajak yang lain juga ya!”
            Akhirnya, aku, Ira, dan Lyza mengajak yang lain untuk ikut berpatungan. Terkumpulah 10 orang, yaitu aku, Ira, Lyza, Wiwi, Rahma, Tiwi, Lina, Indah, Rani, dan Dini. Yang bertugas membelikan kado adalah aku. Aku pun membelikan kado yang diinginkan Tika, yaitu pajangan berisi air yang dapat dimainkan dan sebuah ikatan rambut. Aku dan Lyza yang memberikan kado itu. Meski telat 4 hari dari ulang tahunnya, Tika tetap mau menerimanya. Dengan perasaan senang, Tika berkata, “Thanks ya!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar